Bismillahirrahmaanirrahiim.
Masyarakat Madani berbeda dengan masyarakat Badwi. Masyarakat Madani
telah berperadaban, memiliki aturan sosial yang mengatur hidupnya, dan
diatur oleh suatu pemerintahan. Masyarakat Badwi sebenarnya juga
memiliki corak kepemimpinan juga, tetapi sangat tradisionalis.
Sebagai bagian dari masyarakat berperadaban, hidup kita tidak lepas
dari keberadaan suatu IMARAH (kepemimpinan atau pemerintahan). Disini
ada ungkapan menarik dari Khalifah Umar Ra.: “Tidak ada Islam, tanpa jamaah; tidak ada jamaah, tanpa kepemimpinan; tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan.”
Selama kita menjadi Ummat Islam, kita akan selalu berperadaban (tidak
hidup secara Badwi), dan otomatis kita akan selalu bersinggungan dengan
kepemimpinan.
Saudaraku, dalam beberapa tulisan terakhir saya menyinggung tentang Politik Soeharto.
Secara umum, saya berani menghargai kebaikan-kebaikan beliau kepada
kaum Muslimin. Bahkan saya percaya, beliau adalah seorang tokoh Muslim
yang berjasa. Insya Allah. Adapun tentang kritik-kritik kepadanya, saya
tidak berbeda dengan para pemerhati yang obyektif dalam hal ini. Beliau
memiliki sekian kesalahan dan kekeliruan yang tidak boleh dilupakan.
Sebelumnya, perlu Anda ketahui, dalam penulisan artikel-artikel ini,
seluruhnya mandiri, dengan biaya dan support sendiri. Secara politik
maupun ekonomis, tidak ada kaitan saya dengan para ahli waris Pak Harto.
Kenal pun tidak. Ini dedikasi murni untuk melayani penerangan Islam,
insya Allah. Seandainya, melupakan jasa baik seorang Muslim merupakan
amal shalih, tentu hal itu lebih tepat untuk dilakukan. Apalagi sikap
para aktivis politik banyak yang melampaui itu: mereka berani memfitnah,
melakukan kebohongan, pembunuhan karakter, menghujat, dan seterusnya.
Secara umum, ketika kita melihat suatu pemerintahan yang memerintah kehidupan kaum Muslimin, ada dua rujukannya: (1) Pandangan Syariat Islam, dan (2) Pandangan tarikh (sejarah) tentang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Kedua pandangan ini perlu dipakai, agar kita bisa menghasilkan penilaian yang jujur dan tidak kehilangan banyak kebaikan.
Kalau melihat Pemerintahan Soeharto (kadang disebut Orde Baru),
sebenarnya disana masih jauh dari ideal. Ya, kita sudah sama-sama
memaklumi, bahwa segala sesuatu mesti ditimbang secara Syariat Islam.
Sedangkan, Pemerintah Pak Harto waktu itu bukanlah Pemerintahan Islami
(seperti Thaliban misalnya), juga bukan Republik Islami (seperti Sudan
misalnya), atau juga tidak menerapkan Syariat Islam (seperti Kelantan di
Malaysia), atau juga bukan Kerajaan di atas Syariat Islam (seperti
Kerajaan Saudi). Dari sisi ini, jelas disana akan kita temukan banyak
kekurangan-kekurangan. Pendek kata, secara formalis pemerintahan
Soeharto bukan pemerintahan Islami.
Tetapi di akhir jabatannya, beliau banyak mengakomodir
aturan/kebijakan yang selaras dengan Syariat Islam. Alhamdulillah. Belum
seluruhnya, masih sebagian, dan terasa manfaatnya. Andai waktu itu
tidak ada akomodasi sama sekali, mungkin kehidupan dakwah Islam saat ini
lebih susah lagi. Secara formalis, Pak Harto bukan seorang pemimpin
negara Islami, baru menerima substansi Syariat Islam pada sebagian
aturan/kebijakannya.
Dari sisi kekurangan, jelas disana banyak kekurangan. Contoh,
sakralisasi Pancasila dan UUD 1945, militerisme, sikap lunak kepada
sistem konglomerasi, pelanggaran HAM berat terutama DOM di Aceh, dan
lain-lain. Jadi kekurangan itu tetap ada, tidak bisa dipungkiri.
Hanya saja, saat politik Soeharto dibandingkan SISTEM LIBERALISASI
saat ini, ia lebih baik. Kalau saya menerima politik beliau, bukan
berarti mengabaikan kesalahan-kesalahannya. Tetapi saat membandingkan
dengan kondisi saat ini, politik beliau lebih baik. Tetapi secara ideal,
apa yang kita anggap terbaik adalah SISTEM ISLAMI. Seperti kata Ali bin
Abi Thalib Ra., “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi
darinya.”
Sistem Liberalisasi ini sangat membahayakan kehidupan Islam dan kaum Muslimin. Di segala sektor diliberalisasikan, antara lain:
[o] Politik liberal. Pemilu multi partai (tahun 2009 nanti diikuti 34
partai, pernah sampai 48 partai). Pemilihan presiden langsung, pilkada
langsung, dan otonomi daerah secara berlebihan. Ini sangat liberal. Di
Amerika saja hanya 2 partai, pemilihan DPR disatukan dengan pemilihan
presiden.
[o] Ekonomi liberal. Sistem pasar terbuka, sistem kurs dan indeks
saham terserah mekanisme pasar, pencabutan subsidi-subsidi untuk
masyarakat. Tidak ada perlindungan terhadap produk dalam negeri.
Investasi terbuka, perusahaan-perusahaan asing bebas. Luar biasa
liberalisasi ini.
[o] Media massa liberal. Sejak tahun 1999 di Indonesia berlaku UU
Pers yang menjamin kebebasan media massa sebebas-bebasnya. Tanpa ada
kontrol, restriksi, ancaman sanksi berat bagi pers atas kesalahan
mereka. UU Pers itu lebih melindungi pers daripada masyarakat.
[o] Sistem pendidikan liberal. Sekolah-sekolah bebas berdiri, dengan
kontrol yang tidak ketat. PT diswastanisasi dengan kebebasan mengelola
anggaran sendiri.
[o] Budaya dan pergaulan liberal. Hal itu sangat terlihat di
masyarakat, baik melalui doktrin TV, media massa, hiburan, iklan, dsb.
Sangat westernist sekali.
[o] Ideologi liberal. Diusung oleh JIL dan kawan-kawan. Intinya,
sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. JIL ingin meliberalkan
pemahaman kita atas agama ini.
Liberalisasi itu adalah kekafiran. Sebab segala
sesuatunya diserahkan ke mekanisme pasar dan hawa nafsu manusia. “Suka
suka gue dong!” begitu slogan populernya. Ini adalah hakikat kekafiran,
tidak mau tunduk kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan
liberalisasi itu sistem yang menganut “hukum rimba”, siapa yang kuat dia
yang menang.
Kalau begini kenyataannya, Islam dan kaum Muslimin lama akan hancur di negeri ini. Islam mengajarkan prinsip sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami patuh, ya Allah). Sementara liberalisasi menyerahkan segala urusan kepada MEKANISME PASAR atau HAWA NAFSU MANUSIA sendiri. Apakah Anda bisa melihat hakikat kekafiran ini?
Coba sekarang Anda pikirkan secara jernih, benarkah di negara kita
telah berlangsung LIBERALISASI di segala bidang? Apakah fakta yang saya
ajukan itu mengada-ada, membual, atau berdusta?
Lalu pikirkan lagi, berbahayakah LIBERALISASI ini bagi Islam dan kaum
Muslimin? Apakah tidak bahaya? Apakah sesuai ajaran Islam? Apakah
sesuai Syariat Islam? Apakah berkah dan patut disyukuri? Cobalah jawab
secara jujur.
Saya tidak percaya bahwa ada pemerintahan ideal, sebelum ia
benar-benar menegakkan Syariat Islam secara murni dan konsisten.
Pemerintah Orde Baru masih jauh dari ideal, tetapi ia telah
mengakomodasi sebagian substansi Syariat Islam dalam
aturan/program/kebijakan. Adapun orde Reformasi saat ini adalah hakikat
LIBERALISASI yang sangat membahayakan Islam dan kaum Muslimin.
Semoga Anda memahami di titik mana upaya ini diarahkan. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. Wallahu a’lam bisshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar